
POLUSI BUDAYA – Hambatan Terbesar Mencapai Kemajuan
Detail Produk POLUSI BUDAYA – Hambatan Terbesar Mencapai Kemajuan
- JUDUL BUKU: POLUSI BUDAYA -Hambatan Terbesar Mencapai Kemajuan :
- JUMLAH HALAMAN: 144 :
- BAHASA: Indonesia :
- PENULIS: Dr. Desi Albert Mamahit, M.Sc & Dr. Willy Susilo, S.Pd., MBA :
- PENERBIT : PT. Vorqistatama Bina Mega :
- EDISI: Pertama tahun 2024 :
- DIMENSI: 13,5 CM X 21 CM :
- HARGA : Rp 60.000 :
- ISBN: Dalam proses :
Description
SINOPSIS
Polusi udara memang berbahaya.Tetapi polusi budaya jauh lebih berbahaya. Semua persoalan, tantangan dan ancaman yang dihadapi oleh suatu bangsa, negara, pemerintah dan masyarakat sesungguhnya merupakan imbas dari polusi budaya. Dalam kontek Indonesia,pembangunan infrastruktur sangat perlu dan penting untuk menggerakan pertumbuhan ekonomi dalam rangka meningkatkan kesejahteraan. Tetapi pembangunan budaya dan karakter bangsa juga sangat penting dan perlu. Karena aspek mentalitas bangsa merupakan fondasi untuk menopang pembangunan di segala bidang dalam jangka panjang.
PENGANTAR
Mengapa budaya itu penting?. Karena budaya mempengaruhi kehidupan entitas apapun, dimana manusia terlibat di dalamnya. Entah itu suatu bangsa, negara, pemerintahan, institusi, organisasi, komunitas, keluarga maupun manusia secara individual. Budaya positif memberikan pengaruh positif dan menjadi faktor pendukung untuk mewujudkan kemajuan. Sebaliknya, budaya negatif berpengaruhi negatif dan menghambat kemajuan. Budaya negatif ibarat polusi lingkungan, menimbulkan berbagai implikasi dan imbas yang merusak eco-system dan mengancam kelangsungan kehidupan mahluk hidup. Demikian halnya dengan polusi budaya dalam kehidupan manusia secara individual, komunal, institusional maupun nasional, menimbulkan implikasi dan imbas yang merusak mentalitas dan menghambat kemajuan bangsa.
Implikasi dan imbas budaya tidak selalu timbul seketika. Juga tidak selalu terlihat dengan kasat mata. Namun pengaruh budaya itu nyata. Dalam kehidupan manusia secara individual, budaya yang melekat pada diri setiap pribadi, mempengaruhi kualitas eksistensi subyektifitas pada dimensi emosi, sosial, spiritual, dan intelektual. Dalam kehidupan keluarga, budaya orang tua mempengaruhi pola berpikir dan kualitas kepribadian anak-anaknya. Dalam kehidupan organisasi [institusi], budaya memainkan peran krusial dalam upaya mewujudkan misi dan tujuan. Dalam kehidupan suatu komunitas, budaya komunal mempengaruhi perilaku para anggotanya. Demikian juga dalam kehidupan suatu bangsa dan negara, budaya yang hidup dalam arena penyelenggaraan negara dan pemerintahan, memberikan pengaruh sangat signifikan terhadap kemajuan dan kekuatan. Singkatnya, dalam kontek kehidupan entitas apapun, dimana manusia terlibat di dalamnya, budaya menjadi critical factor yang mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan, kekuatan atau kelemahan yang pada akhirnya menentukan efektif tidaknya pencapaian suatu misi dan tujuan. Budaya negatif merupakan common enemy. Budaya positif adalah social capital. Tidak sulit untuk membuktikan budaya negatif sebagai common enemy. Ada banyak negara dan perusahaan yang runtuh akibat polusi budaya korupsi. Sebaliknya juga tidak susah untuk membuktikan peran budaya positif sebagai social capital yang mampu menggerakan pertumbuhan dan kemajuan. Bangsa dan negara yang maju dan kuat pada umumnya adalah karena berhasil membangun budaya positif: terus belajar, kerja keras, tekun,tangguh, disiplin, hidup sehat, jujur, anti korupsi dst. Dengan demikian, polusi budaya menjadi ancaman bahaya dalam perjalanan bangsa untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik.
Oleh karena itu, persoalan dan ancaman polusi budaya sangat penting untuk dipikirkan secara serius. Setidaknya ada tujuh alasan.
Pertama, secara alami bangsa Indonesia dibentuk atau terbentuk dari kemajemukan budaya dengan spektrum difrensiasi yang sangat lebar dari perspekif bahasa, norma-norma, adat-istiadat, kepercayaan, keyakinan, agama, paradigma dan seterusnya. Secara keseluruhan keragaman budaya sesungguhnya merupakan modal sosial. Bila intangible capital itu dikelola dengan baik dan disinergikan dalam sistem kebangsaan sesuai konstitusi dan ideologi bangsa, maka imbas positifnya sangat besar.
Kedua, secara historis, ragam budaya nusantara telah menorehkan banyak peristiwa kelam dalam kehidupan bersama sebagai satu bangsa. Berbagai konflik sosial berbau SARA pernah terjadi di masa lalu. Prahara sosial masih berpotensi terjadi kembali setiap waktu, bila Negara kurang cermat dalam membuat kebijakan dalam menangani keragaman budaya serta mengantisipasi potensi imbas yang dapat ditimbulkan.
Ketiga, masalah budaya berkaitan erat dengan hak azazi manusia. Oleh karena itu dalam pembinaan dan pengelolaan kemajemukan budaya, diperlukan perangkat hukum yang dibuat secara tegas, tidak ambigu dengan mengedepankan perlindungan terhadap hak azasi manusia.
Keempat, secara institusi kenegaraan, budaya dalam lembaga ekskutif, legislatif dan yudikatif, masih diselimuti kabut polusi budaya. Banyak fenomena dan indikasi yang memberi petunjuk masih terbuka luas ruang untuk melakukan reformasi dan revitalisasi budaya untuk menuju pada kondisi yang lebih baik, yang berorientasi pada peningkatan kualitas pelayanan, produktifitas dan berpikir kritis, inovatif dan terus belajar untuk meningkatkan kecerdasan dan kearifan serta yang paling krusial adalah membangun budaya anti kolusi, nepotisme dan korupsi.
Kelima, budaya yang hidup dalam berbagai kelompok, komunitas dan organisasi kemasyarakatan, sebagian masih kental dengan warna primordial berbasis agama. Sebenarnya tidak ada yang salah dengan landasan agama. Yang menjadi kekuatiran adalah bila kelompok, komunitas dan organisasi kemasyarakatan mengadakan kegiatan atau aksi-aksi dengan mengatas-namakan agama yang bertentangan dengan hukum. Hal itu berpotensi menimbulkan suasana kontra-produktif dan merusak kondusifitas dan kedamaian dalam kehidupan masyarakat yang bhineka. Akibatnya dapat mengoyak rajutan kesatuan dan persatuan bangsa. Ini bukan kekuatiran tanpa alasan. Berdasarkan catatan sejarah, ada berbagai prahara sosial yang timbul akibat kegiatan kelompok-kelompok masyarakat yang mengambil tugas, fungsi dan tanggung jawab negara.
Keenam, dalam kontek globalisasi dan teknologi, budaya asing leluasa masuk ke berbagai entitas. Akulturasi mempengaruhi budaya individual, komunal dan institusional. Akulturasi budaya tidak bisa dicegah. Yang dapat dilakukan adalah memberikan literasi imbas budaya kepada masyarakat.
Ketujuh, bangsa Indonesia belum memiliki identitas budaya nasional yang jelas. Akibatnya modal sosial bangsa belum kokoh. Padahal modal sosial penting untuk menggerakan kemajuan dan meningkatkan resiliensi bangsa. Itu gambaran permasalahan, tantangan dan ancaman polusi budaya bagi NKRI.
Buku ini membahas persoalan polusi budaya dalam kontek kebangsaan dan pembangunan nasional untuk mewujudkan cita-cita bangsa menjadi negara yang maju dan kuat. Penekanan dalam pembahasan lebih menekankan implementasi dalam rangka memberdayakan subyek budaya, baik itu personal entity, communal entity maupun institutional entity.